Apa hal tergila yang pernah kalian lakukan? Menari tor-tor
secara brutal di tengah pidato perpisahan sekolah? Menyanyi sumbang sambil melakukan
kayang di acara wedding keluargamu? Atau mungkin memakai wig kribo
berwarna-warni khas badut serta kaca mata hitam besar saat pergi kuliah ke
kampus? Oke, itu mungkin sebagian hal tergila yang pernah orang-orang lakukan
diluaran sana. Tapi bagiku, hal tergila yang pernah aku lakukan bahkan secara
gamblang masih berlangsung sampai detik ini adalah menyukai habis-habisan bocah
kelas 6 SD. Itu tak akan pernah jadi masalah kalau saja sekarang aku masih
berusia 12 tahun, tapi ini benar-benar hal gila kalau kalian tahu berapa usiaku
sekarang, dua bulan lagi aku menyudahi masa usia kepala 2, ya dua bulan lagi
usiaku genap 21 tahun. Benar-benar menyebalkan! (Oke dan silahkan kalian
menyumpah aku ini seorang Pedofil! Tapi sungguh, aku tidak sehina itu.)
****
“Aimee, tolong kamu siapkan semua peralatan saya seperti
biasanya ya, saya mau mengantar Ekta dan Sonya sekolah dulu,” wanita paruh baya
dengan balutan gamis itu berbicara kepadaku sambil merapikan jilbabnya.
“Siap, dok” seperti biasa aku menyanggupi permintaannya
dengan senang hati.
Oh iya, aku lupa mengenalkan diri. Namaku Aimee Savarasti,
panggil saja Aimee, bacalah seperti kalian melafalkan kata cafe atau sate.
Aimee, not Aimi. Cuma Ekta yang boleh memanggilku Aimi. Siapa Ekta? Ekta akan
aku perkenalkan setelah kalian tahu siapa aku.
Aku seorang perawat gigi, iya perawat gigi. Kalian tidak
sedang salah baca kok. Aku bukan seorang dokter gigi, kenapa? Karena aku tidak
pernah kuliah di kedokteran, tapi hanya diploma keperawatan gigi. Dan aku baru
saja menamatkan pendidikan tersebut dan kemudian mencoba dunia kerja dengan
melamar menjadi seorang asisten dokter gigi. Kebetulan sekali teman lama mamaku
yang seorang dokter gigi sedang memerlukan asisten untuk membantunya di klinik
yang ia buka di rumah. Tanpa perlu paksaan mama, aku pun dengan semangat
berkobar melamar di tempat praktek dokter tersebut, dokter Annisa Marissa
namanya.
Dokter Anna Marissa, lebih sering ku panggil dokter Anna
saja. Ia yang menjadi emmm bosku sementara ini. Dokter Anna memiliki 2 orang
anak. Anak yang pertama bernama Ekta
Pradipta, 12 tahun Dan yang kedua bernama Sonya Pramudita, 8 tahun. Ekta dan Sonya setidaknya senang akan kehadiranku disana,
mereka memanggilku dengan sebutan Aunty Aimee (padahal mereka sudah aku paksa
untuk memanggil “kakak” saja, tapi itu hanya dapat berlangsung 3 hari, sisanya
mereka balik lagi manggil Aunty. Pasrah) bahkan sekarang Ekta lebih suka
memanggilku Aimi saja (walau terkadang suka ditegur mamanya, karena katanya
panggilan itu tidak sopan kepadaku)
Kesan pertama bertemu Ekta, dia merupakan bocah yang ganteng
dan senang ceplas-ceplos. Berbanding
terbalik dengan sonya yang lebih pendiam dan lebih malu-malu. Ekta lebih
mencuri perhatian, Ekta sejak awal sudah membuatku suka. Ekta.... ah terlalu banyak kesan yang kamu timbulkan,
Nak!
Hampir setengah tahun aku bekerja bersama dokter Anna, aku
sudah terlalu hapal dengan semuanya yang berbau “Ekta”. Aku tahu Ekta menyukai
club sepakbola Barcelona dan ia memiliki jersey tim kesayangannya tersebut
dengan nomor punggung 10 plus nama belakang kebangsaannya PRADIPTA. Ekta lebih
suka mie goreng dengan taburan ekstra bawang goreng ketimbang mie kuah yang
menurutnya tidak enak. Jangan sekali-kali menyuruh Ekta minum susu coklat, dia
akan langsung mual tiba-tiba. Ekta tidak suka kucing, ia bilang menggelikan. Benda penting yang harus selalu ia bawa adalah minyak
telon, karena Ekta kecanduan baunya. Ekta tidak suka ini dan Ekta lebih suka
itu, semua aku tahu. Oh, Tuhan sebegitu Ekstrimnya hambamu ini. Haruskah aku
pergi ke psikiater?
Akhirnyaa......!
BalasHapusKeep writing mbaknya :D
huaahahha, belum nemu "soul" nyaa. Next part segera hhaa
BalasHapus