Senin, 08 April 2013

Untittle Part I

          Apa hal tergila yang pernah kalian lakukan? Menari tor-tor secara brutal di tengah pidato perpisahan sekolah? Menyanyi sumbang sambil melakukan kayang di acara wedding keluargamu? Atau mungkin memakai wig kribo berwarna-warni khas badut serta kaca mata hitam besar saat pergi kuliah ke kampus? Oke, itu mungkin sebagian hal tergila yang pernah orang-orang lakukan diluaran sana. Tapi bagiku, hal tergila yang pernah aku lakukan bahkan secara gamblang masih berlangsung sampai detik ini adalah menyukai habis-habisan bocah kelas 6 SD. Itu tak akan pernah jadi masalah kalau saja sekarang aku masih berusia 12 tahun, tapi ini benar-benar hal gila kalau kalian tahu berapa usiaku sekarang, dua bulan lagi aku menyudahi masa usia kepala 2, ya dua bulan lagi usiaku genap 21 tahun. Benar-benar menyebalkan! (Oke dan silahkan kalian menyumpah aku ini seorang Pedofil! Tapi sungguh, aku tidak sehina itu.)
****
         “Aimee, tolong kamu siapkan semua peralatan saya seperti biasanya ya, saya mau mengantar Ekta dan Sonya sekolah dulu,” wanita paruh baya dengan balutan gamis itu berbicara kepadaku sambil merapikan jilbabnya.
             “Siap, dok” seperti biasa aku menyanggupi permintaannya dengan senang hati.
           Oh iya, aku lupa mengenalkan diri. Namaku Aimee Savarasti, panggil saja Aimee, bacalah seperti kalian melafalkan kata cafe atau sate. Aimee, not Aimi. Cuma Ekta yang boleh memanggilku Aimi. Siapa Ekta? Ekta akan aku perkenalkan setelah kalian tahu siapa aku.
           Aku seorang perawat gigi, iya perawat gigi. Kalian tidak sedang salah baca kok. Aku bukan seorang dokter gigi, kenapa? Karena aku tidak pernah kuliah di kedokteran, tapi hanya diploma keperawatan gigi. Dan aku baru saja menamatkan pendidikan tersebut dan kemudian mencoba dunia kerja dengan melamar menjadi seorang asisten dokter gigi. Kebetulan sekali teman lama mamaku yang seorang dokter gigi sedang memerlukan asisten untuk membantunya di klinik yang ia buka di rumah. Tanpa perlu paksaan mama, aku pun dengan semangat berkobar melamar di tempat praktek dokter tersebut, dokter Annisa Marissa namanya.
        Dokter Anna Marissa, lebih sering ku panggil dokter Anna saja. Ia yang menjadi emmm bosku sementara ini. Dokter Anna memiliki 2 orang anak.  Anak yang pertama bernama Ekta Pradipta, 12 tahun Dan yang kedua bernama Sonya Pramudita, 8 tahun. Ekta dan Sonya setidaknya senang akan kehadiranku disana, mereka memanggilku dengan sebutan Aunty Aimee (padahal mereka sudah aku paksa untuk memanggil “kakak” saja, tapi itu hanya dapat berlangsung 3 hari, sisanya mereka balik lagi manggil Aunty. Pasrah) bahkan sekarang Ekta lebih suka memanggilku Aimi saja (walau terkadang suka ditegur mamanya, karena katanya panggilan itu tidak sopan kepadaku)
       Kesan pertama bertemu Ekta, dia merupakan bocah yang ganteng dan senang ceplas-ceplos.  Berbanding terbalik dengan sonya yang lebih pendiam dan lebih malu-malu. Ekta lebih mencuri perhatian, Ekta sejak awal sudah membuatku suka. Ekta.... ah terlalu banyak kesan yang kamu timbulkan, Nak!
          Hampir setengah tahun aku bekerja bersama dokter Anna, aku sudah terlalu hapal dengan semuanya yang berbau “Ekta”. Aku tahu Ekta menyukai club sepakbola Barcelona dan ia memiliki jersey tim kesayangannya tersebut dengan nomor punggung 10 plus nama belakang kebangsaannya PRADIPTA. Ekta lebih suka mie goreng dengan taburan ekstra bawang goreng ketimbang mie kuah yang menurutnya tidak enak. Jangan sekali-kali menyuruh Ekta minum susu coklat, dia akan langsung mual tiba-tiba. Ekta tidak suka kucing, ia bilang menggelikan. Benda penting yang harus selalu ia bawa adalah minyak telon, karena Ekta kecanduan baunya. Ekta tidak suka ini dan Ekta lebih suka itu, semua aku tahu. Oh, Tuhan sebegitu Ekstrimnya hambamu ini. Haruskah aku pergi ke psikiater?

 

2 komentar: